
Musik Tanji Masyarakat Melayu Sambas
Sejak lama, masyarakat Melayu Sambas telah mengenal dan sangat menggemari salah satu bentuk musik, yaitu musik tanjil. Masyarakat luar menyebutnya dengan TANJI DOR, Seperti di Jakarta misalnya. Karena telah begitu lamanya masyarakat melayu sambas mengenal musik TANJI, maka telah dianggap sebagai musik tradisi, milik bersama sebagai warisan nenek moyang, serta sekaligus merupakan aset budaya yang tinggi nilainya.
Penamaan TANJI diambil dari salah satu alat musik pukul, yaitu Drum Bass yang cukup dominan dibanding alat musik lainnya. Ditambah dengan Snare DRUM, kedua alat musik ini berfungsi sebagai pengatur tempo atau irama. Musik tanji di golongkan kedalam kelompok musik tiup dan pukul (perkusi) Seperangkat alat musik TANJI antara lain terdiri dari :
- Satu buah drum bass berikut simbol
- Satu buah drum snare, disebut grekdek
- 4 atau 5 buah terompet
- 2 atau 1 lebih trombono
- 3 atau 4 buah saxophone
- 1 buah terompet induk (terompet bass)
- 1 atau lebih basson
- 2 atau lebih elarine
Jumlah personil pemainnya antara 25 sampai 40 orang.
Didalam sejarah perkembangan dan pembinaannya musik TANJI mengalami masa jaya dan masa suram serta masa kebangkitannya kembali.
- MASA JAYA
Musik Tanji masuk ke daerah ini diperkirakan sejalan dengan masuknya VOC, kongsi Dagang Belanda yang kemudian melakukan hak monopoli dagang yang diperkirakan dengan Sultan Sambas saat itu dalam perjanjian khusus. Setelah perjanjian antara VOC daerah Sultan Muhammad Ali Stafeiuddin, sekitar tahun 1815, maka Belanda untuk memperkuat kedudukannya mendirikan Loji (benteng) pada sebuah kampung yang lokasinya bersebrangan dengan Istana Sultan. Kampung tersebut sampai sekarang
Masih ada, dan dinamai kampung Tanjung Belanda. Diluar Kalimantan Barat, seperti di Jakarta, pada awalnya musik Tanji disebut sebagai “slaven orkest”, yang berfungsi untuk menghibur majikan Belanda oleh para budaknya. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya Musik Tanji dikenal sebagai “Straat Muziekaten” atau musik jalanan, pada Masyarakat Melayu Sambas kedudukan tanji mungkin tidak seperti di Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Bagi masyarakat Sambas saat itu, Tanji merupakan satu-satunya hiburan rakyat, bukan saja merupakan hiburan rakyat, bukan saja musik keraton, tetapi Tanji hidup tumbuh dan berkembang ke desa-desa.
Setiap ada acara pesta kawin, Tanji senantiasa tampil bukan saja ditempat kediaman pengantin wanita, tetapi juga di pihak keluarga penganten pria (laki-laki). Pada saat para tamu datang Tanji melantunkan lagu-lagu berirama gembira. Demikian pada saat tamu pulang dan pada saat hidangan disuguhkan. Diiringi lagu-lagu tersebut, para tamu merasa merasa bangga. Begitu juga dengan tuan rumah yang mengundang merasa bahagia dan tidak “kehilangan gengsi”.
Pada acara pesta kawin, Tanji bukan saja berfungsi menghibur para tamu, tetapi ikut pula meriahkan rombongan penganten laki-laki ”berarak” menuju rumah penganten wanita, bersama-sama dengan rombongan hadrah. Bagi keluarga yang mampu, Tanji diundang pada malam menjelang pesta, yaitu malam “bemasak dan bemajang”. Kemudian pada malam setelah hari pesta, yaitu pada malam “pulang memulangkan”. Biaya yang dikeluarkan memang relatif besar. Tetapi prinsip gotong royong yang memang telah tertanam kuat pada masyarakat desa, biaya tersebut menjadi tidak seberapa, dibanding kebanggaan yang dirasakan.
Selain pada acara adat pesta kawin, TANJI selalu pula ditampilkan pada acara Gunting rambut bayi, pindah rumah baru, ataupun selamatan keluarga yang akan menunaikan ibdah haji ke tanah Suci Mekah. Baik pada waktu keberangkatan maupun pada waktu kembali. Sementara pemilik gedung bioskop saat itu memanfaatkan Tanji untuk mempromosikan adanya film-film baru yang akan di putar atau dipertunjukkan. Sampai tahun 1942 di kota Sambas ada tiga buah gedung bioskop yang memutar baik film melayu, Barat atau film “Bisu”. Gedung ioskop yang cukup tua bernama “panggung tengah” dan “panggung ilek” diikuti “panggung ulu” bernama “indonesia teater”, milik orang kaya tumuk, dua buah terdahulu milik orang Cina. Beberapa gambar dan foster film baru diarak keliling kota, diiringi TANJI dalam personil kecil, 4-5 orang. Pada malam harinya tanji masih harus membawakan beberapa lagu berirama riang gembira ditempat disamping kiri / atau kanan gedung bioskop. Tanji baru berhenti bermain setelah jam pertunjukan tiba.
Begitu maraknya kehidupan Tanji pada masa itu, yaitu sampai menjelang pecahnya Perang Dunia II (1941-1945). Acara-acara adat tanpa dimeriahkan dengan Tanji laksana sayur tanpa garam, hambar dan tidak semarak. Para sultan juga menunjukkan perhatian yang cukup besar terhadap kehidupan Tanji. Tanji senantiasa tampil pada acara istana. Jumlah anggota pemain 20 – 35 orang, berbusana seragam lengkap seperti seragam lengkap seperti sarapan kelasi kapal (matras).
Baik didalam kota sambas maupun diluarnya, tiap kampung memiliki grub Tanji masing-masing. Dalam kota Sambas saja antara lain Tanji Tanjung Rangas, Tanji Kampung Durian, Tanji Manggis, , Putat Rambai, Kampung dagang, Pendawan dan lain-lain. Didesa desa diluar kota, seperti grub tanji Kp kartiasa, Tengguli, Penakalan, Sekuduk, Tebas, Pemangkat, Pimpinan, Segarau, dan lai-lain. Nama kampung cenderung dipakai nama grub Tanji. Peralatan yang digunakan para anggota adalah milik perorangan (pribadi), kecuali seperti Drum bass, Tambur, Gredekdek, adalah milik grub.
Grub-grub Tanji Tersebut membeli alat musiknya langsung dari singapura. Pada masa itu hubungan kapal laut antara Sambas dan Singapore. Pada masa itu itu hubungan kapal laut antara Sambas dan Singapura cukup lancar/Pelabuhan (Boom) Sambas hampir setiap minggu didatangi kapal-kapal dari singapura membawa barang dagangan. Ketika kembali Kapal-kapal dari singapura membawa barang dagangan. Ketika kembali Kapal-kapal dari bawah karot (Getah), getah jelutung rotan dan lain-lain, sebagai barang export. Alat musik yang mereka pesan umumnya buatan negara Eropah, seperti perancis, Enggris, dan Italia. Salah satu merk terompet misalnya “Brevett”.
- MASA SURAM
Musik Tanji yang oleh masyarakat Melayu Sambas dianggap sebagai musikn tradisional mereka mulai mengalami masa suramnya menjelang Perang dunia II dan munculnya pemerintahan fasis Jepang ke Sambas dengan bumi hancurkannya pasar SAMBAS secara total (1943). Pemerintahan Jepang yang berlangsung relatif singkat, kira-kira tiga setengah tahun, tetapi mengakibatkan ambruk nya kehidupan ekonomi rakyat, merosotnya nilai moral dan budaya, beras sukar dicari, gula, tembakau, miyak tanah sulit didapat. Bahan pakaian tidak ada. Warga yang hidupnya pas-pasan, ada kalanya pagi makan nasi sorenya makan nasi campur ubi kayu atau sagu. Bahan kain dan baju dibuat dari kulit kayu atau karung goni. Bantal yang kainnya masih utuh dibuat celana pendek untuk pergi mengerjakan ladang, yang ada kalanya berusia dua tiga hari saja sudah koyak-koyak. Sebangsa kutu, yang disebut “Tuma” mulai menyerang penduduk. Tidak itu saja yang dialami. Rakyat yang mempunyai intan berlian wajib menyerahkannya kepada Pemerintah Jepang. Lewat kakin tangan jepang disebar luaskan berita, bahwa jepang mempunyai alat khusus untuk mengetahui dan mencari intan-intan yang tidak diserahkan.
Di sambas khususnya dan di Kalimantan Barat umumnya yang melaksanakan roda pemerintahan adalah Angkatan laut (Hinomaru) Jepang. Mereka bukan saja kejam, namun bermoral rendah terutama kepada kaum wanita remaja, secara terang terangan mereka memaksa gadis-gadis untuk menjadi pemuas nafsu bejadnya, tidak memandang atau suku bangsa yang ada. Dampak yang begitu buruk melanda hampir pada seluruh aspek kehidupan : ekonomi, politik, dan sosial budaya. Dalam hal ini tak terkecuali kehidupan musik tanji. Pernah juga sesekali musik tanji ditampilkan, tetapi suasananya dan kondisinya terkesan “dipaksakan”.
Setelah jepang menyerah dan bertekuk lutut kepada sekutu, bangsa indonesia menyatakan kemerdekaannya, kehidupan tanji masih tetap seperti apa adanya. Begitupun pada tahun-tahun berikutnya, keadaan masih belum menentu. Ketika perjuangan mempertahankan kedaulatan antara tahun 1946-1949 terjadi gerakan pahlawan rakyat menentang kembalinya pemerintahan Belanda-NICA. Banyakl pemuda, termasuk para pemain-pemain Tanjin ikut berjuang. Terompet, Terombone digantung dalam kamar, diganti dengan bambu runcing, parang dan pedang serta senapang.
Keadaan tak menentu ini berlangsung beberapa tahun lamanya, hingga sampailah paa dimana Bangsa Inonesia benar-bemar merdeka untuk menjalankan roda pemerintahannya.
- MASA KEBANGKITAN
Kehidupan Tanji mulai menggeliat pada tahun 50-an. Kampung-kampung yang masih mempunyai pemain Tanji mulai menghimpun tenaga. Geliat kehidupannya walaupun bergerak agak lamban, namun menunjukkan kepastian arahnya. Sekitar awal tahun 60-an Komando daerah militer XII Tanjungpura (KODAM XII/Tdpr) di Pontianak bermaksud mendirikan KORP MUSIK (KORSIP). Untuk mencari pemainnya puluhan warga berasal dari kampung dan Desa di wilayah Sambas dipanggil ke Pontianak untuk mengikuti testing. Hampir semua warga yang dipanggil adalah mantan pemain Tanji, dan hampir 95% mereka lulus dan diterima. Mantan-mantan pemain tanji tersebut umumnya mahir membaca not balok.
Terbentuknya KORSIK KODAM XII/Tdpr. Pontianak ini memberikan pengaruh positif dan motivasi warga yang belum terpanggil untuk menghidupkan kembali musik Tanji pada masing-masing Kampung dan desa. Memang banyak halangan yang dialami, seperti telah tuanya peralatan, sementara untuk membeli peralatan baru terbentur pada dana.mantan-mantan Pemain Tanji tidak putus asa. Berbagai upaya dilakukan demi terwujudnya tanji dialam merdeka. Dengan peralatan yang sudah tua-tua, terompet yang telah berlubang, ditambal dan dipateri.
Yang penting dapat digunakan dan suaranya tidak sumbang atau fals. Kampung-kampung yang mempunyai pemain sediki, karena ada yang telah meninggal dunia atau pindah ke kampung lain, bergabung dalam satu grub. Akhirnya kehidupan tanji mulai semarak kembali, upacara adat memang memberikan dukungan karena hampir diadakan pesta kawin tanji selalu tampil, walaupun jumlah personilnya tak seperti pada masa jayanya dulu.
- TANJI SAAT INI
Musik Tanji saat ini banyak mengalami perubahan: perubahan menuju yang baru, lain dari yang lain, sesuai dengan kemajuan zaman. Walau terdapat kreasi, polesan-polesan dalam tanji, namun ciri khas Tanji tetap diperhatikan. Tanji kreasi baru ini antara lain meliputi :
- Penambahan / pengurangan alat musik.
Beberapa alat musik ditambahkan seperti : keyboard, gitar bass, gendang bonggo, dll. Selanjutnya alat musik yang sulit dimainkan dihilangkan.
- Adanya pembawa vocal, pria atau wanita.
- Variasi irama atau tempo. Bila dahulu irama lagu mungkin hanya mars,ala ma cia, atau jass, sekarang dapat diupayakan dapat membawakan berbagai irama, seperti senandung, joget, dangdut, irama, mandarin, keroncong dan lain sebagainya. Improvisasi dalam menggunakan alat maupun dalam membawakan syair lagu (vocalis) memang cukup menarik dan enak didengar.
Kalau kita perhatikan Tanji saat ini yang telah di kreasi baru terlihat di samping adanya tambahan peralatan baru, seperti gitar bass, keyboard dll. Dilakukan pula pengurangan atau penghilangan alat musik yang dianggap kurang mendukung, ataupun alat tersebut kurang mendukung. Ataupun alat tersebut kurang pemainnya, seperti basson, terompet, bass dan lain-lain. Pada Tanji kreasi ini tidak jarang seorang pemain memainkan dua atau tiga alat musik secara bergantian. Menyesuaikan pada irama atau tempo lagu yang akan ditampilkan. Dengan demikian, personil pemain tanji pada saat ini tidak sebanyak seperti Tanji pada masa lalu, namun alat yang digunakan cukup bervariasi : tiup,pukul, petik, dan tabuh.
Demikianlah sekilas sejarah perkembangan dan pembimbingan musik Tanji di Sambas sebenarnya kembali Tanji saat ini, memang hasil upaya yang tak mengenal putus asa, Banyak hambatan dan rintangan yang harus dihadapi. Dan akhirnya Alhamdulillah, Tanji saat sekarang ini bak peribahasa : Sirih pulang kegagangnya.
- Tag: